Thursday, May 15, 2025
Google search engine
HomeKulinerKuliner Malam di Angkringan Jogja: Sederhana Tapi Bikin Kangen

Kuliner Malam di Angkringan Jogja: Sederhana Tapi Bikin Kangen

Jogja itu kota yang nggak pernah tidur. Ketika malam turun dan toko-toko mulai tutup, kehidupan justru terasa makin hidup—terutama di deretan angkringan yang menyebar di berbagai sudut kota. Buat yang belum tahu, angkringan itu warung kaki lima kecil yang menjual berbagai makanan dan minuman khas dengan harga super ramah di kantong. Tapi lebih dari sekadar tempat makan, angkringan adalah bagian dari denyut nadi Jogja yang hangat dan merakyat.

Malam itu, saya baru saja selesai mengunjungi Taman Sari. Langit mulai gelap, perut mulai keroncongan. Saya pun memutuskan untuk mampir ke salah satu angkringan yang cukup terkenal di kawasan Stasiun Tugu. Angkringan Lek Man namanya—salah satu pelopor angkringan di Jogja yang melegenda. Lokasinya sederhana, hanya beberapa meja dan tikar digelar di trotoar. Tapi jangan salah, tempat ini hampir selalu penuh, baik oleh mahasiswa, pekerja, sampai wisatawan.

Begitu duduk, saya langsung disuguhi berbagai pilihan menu: ada nasi kucing, sate usus, sate telur puyuh, gorengan, dan tak lupa kopi joss—kopi hitam panas yang disajikan dengan arang membara yang langsung dicelupkan ke dalam gelas. Aromanya langsung bikin lapar. Saya ambil satu bungkus nasi kucing (nasi dengan sambal teri), dua tusuk sate usus, dan segelas kopi joss. Total harganya? Nggak sampai Rp15.000!

Saat menyantap nasi kucing yang sederhana tapi penuh rasa itu, saya langsung paham kenapa angkringan begitu dicintai. Ada rasa kehangatan di balik kesederhanaannya. Satenya gurih, sambalnya pedas pas, dan nasi yang sedikit itu justru bikin kita ingin tambah lagi. Kopi joss-nya? Unik dan khas! Aroma arangnya memberi rasa smokey yang tidak bisa ditemukan di tempat lain.

Angkringan bukan cuma soal makanan. Ia adalah tempat pertemuan, tempat cerita mengalir, dan tempat orang-orang melepas penat. Tak jarang saya melihat mahasiswa berdiskusi di pojok tikar, sepasang kekasih menikmati malam dengan sepotong gorengan, atau turis asing yang penasaran mencoba kopi joss untuk pertama kalinya. Suasana inilah yang membuat angkringan selalu punya tempat di hati.

Yang menarik, angkringan bukan hanya ada di pusat kota. Hampir di setiap sudut Jogja, dari area kampus sampai pinggiran, kamu bisa menemukan angkringan dengan cita rasa yang unik. Masing-masing punya andalannya sendiri. Ada yang terkenal dengan sate kere-nya, ada yang jual nasi bakar, bahkan ada juga yang mulai menjual varian kekinian seperti teh taro atau susu jahe hangat.

Saya pribadi suka dengan angkringan di sekitar Alun-Alun Kidul. Di sana, suasana malam terasa lebih syahdu. Kita bisa makan sambil melihat becak melintas pelan, atau menonton orang-orang mencoba berjalan melewati dua pohon beringin kembar sambil menutup mata—sebuah tradisi yang katanya penuh mitos. Makan di angkringan bukan cuma soal perut kenyang, tapi juga soal menikmati waktu dan momen.

Selain murah, makanan di angkringan juga relatif bersih. Meski tampilannya sederhana, banyak penjual angkringan sekarang sudah lebih memperhatikan kebersihan dan standar penyajian. Beberapa bahkan menyediakan tempat duduk permanen, wastafel, dan menu dengan harga tercetak rapi.

Dari pengalaman saya, kuliner malam di angkringan Jogja adalah salah satu cara terbaik menikmati kota ini secara otentik. Tidak perlu mahal untuk merasa bahagia. Cukup dengan Rp10.000 sampai Rp20.000, kamu sudah bisa duduk, makan, minum, dan merasa menjadi bagian dari kehidupan Jogja yang sebenarnya.

Jadi, kalau kamu lagi di Jogja dan malam mulai larut, jangan buru-buru pulang ke hotel. Cobalah susuri jalanan, cari angkringan terdekat, dan duduklah barang sejenak. Nikmati nasi kucing, seruput kopi joss, dan biarkan malam Jogja memelukmu dalam kehangatan sederhana yang selalu bikin rindu.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments